Berita

Agenda

Kontak

 
Logo

BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN LINGKUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN PRIMER DAN KOMUNITAS

6
4 Ektoparasit Tikus Selain Pinjal, Siapa Saja Mereka?

4 Ektoparasit Tikus Selain Pinjal, Siapa Saja Mereka?

Tikus adalah mamalia kecil yang dianggap sebagai “pembawa” banyak penyakit bagi manusia. Selain itu, keberadaan tikus erat dikaitkan dengan hama dan lingkungan yang kotor. Sebagai hewan yang membawa penyakit, bukan hanya tikus itu sendiri yang bisa menularkan penyakit kepada manusia, namun juga ektoparasit yang hidup didalam tubuhnya. Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup di permukaan luar tubuh tikus, termasuk di dalam liang – liang dalam kulit dan ruang telinga yang berhubungan dengan dunia luar. Selain pinjal, jenis ektoparasit yang hidup dalam tubuh tikus adalah caplak, tungau, tungau trombikulid, dan kutu. Masing – masing jenis ektoparasit tersebut menyukai bagian – bagian tertentu dari anggota badan tikus. Selain itu, setiap spesies ektoparasit juga memiliki tingkat kesukaan pada jenis tikus tertentu. Beberapa penyakit zoonotik yang ditularkan oleh ektoparasit tikus adalah pes, bartonellosis, dan murine typhus.

1. Tungau

Tungau tikus bersifat kosmopolitan. Tungau lebih banyak ditemukan pada tikus peridomestik dibandingkan dengan jenis tikus domestik, baik jumlah maupun jenisnya. Setiap jenis tungau tikus memiliki kesukaan pada jenis tikus tertentu. Tungau L.nuttali menyukai tikus kebun (R.exulans), tikus sawah (R.argentiventer), tikus got (R.norvegicus), dan tikus pohon (R.tiomanicus), sedangkan tungau L.echidninus lebih menyukai tikus rumah (R.rattus diardii). Tungau paling banyak ditemukan berkerumun di antara bulu dan rambut, terutama di bagian punggung bagian posterior dan paha. Bagian – bagian tubuh ini tergolong memiliki jaringan otot yang tebal, namun dengan kulit yang relatif lunak. Hal ini kemungkinan dikarenakan makanan tungau adalah berupa darah atau cairan tubuh lainnya. 

Tungau mengalami empat tahap daur hidup, dimulai dari telur – larva – nimfa – dewasa. Beberapa jenis tungau mengeluarkan telur (oviparous), beberapa lainnya mengeluarkan larva (larviparous), sedangkan jenis lainnya menetaskan telur dalam tubuhnya dan kemudian muncul sebagai tungau dewasa secara seksual (ovoviviparous). Pada kondisi optimal, siklus hidup tungau berlangsung dalam 13 hari. Perkembangan tungau dapat berlangsung maksimal pada suhu 25 – 30°C dengan kelembapan mendekati titik saturasi. Tungau Pada daerah beriklim tropis, populasi tungau tinggi pada awal dan akhir musim hujan. 

 

2. Tungau Trombikulid

Larva tungau trombikulid merupakan salah satu famili tungau. Tungau trombikulid dibedakan dari jenis lainnya karena beberapa alasan, yaitu bentuk larva dan dewasa yang berbeda (baik struktur maupun perilaku hidup), ukuran tubuh yang relatif kecil), tempat hidup yang spesifik (misalnya: berada di telinga tikus, pasif, dan berkoloni), bersifat parasit hanya pada tahap pra dewasa dan larva, sedangkan pada tahap nimfa dan dewasa hidup bebas dan pemangsa telur atau larva arthropoda lainnya). Di Asia , terdapat sekitar 600 jenis tungau trombikulid, sedangkan di Indonesia telah terlaporkan 128 jenis tungau trombikulid. 

Tungau trombikulid hanya bersifat parasite obligat pada fase larva. Tungau trombikulid mengalami 7 fase daur hidup, yaitu telur – deutovum – larva –kenyang darah - protonimfa – deutonimfa – dewasa. Ketika memasuki tahap larva, tunga trombikulid akan bergerak aktif untuk mencari inang. Setelah menemukan inang, larva akan berada di tempat spesifik seperti telinga bagian dalam, hidung, alat genitalia, atau anus. Larva akan berada di dalam tubuh inang selama 2 – 12 hari untuk menghisap cairan tubuh inangnya. Larva akan menjatuhkan diri ke tanah setelah kenyang untuk melanjutkan fase hidup selanjutnya. Masa hidup tungau dewasa bisa mencapai 15 bulan atau bahkan lebih. Perkembangan hidup larva dapat menjadi optimal pada suhu 25 - 30°C dengan kelembapan mendekati titik saturasi. Populasi tungau trombikulid  di daerah tropis biasanya akan tinggi di awal dan akhir musim penghujan. 

3. Caplak

Caplak sering ditemukan pada tikus yang berada di luar rumah, baik di kebun, semak – semak, rerumputan, dan hutan. Hal ini dikarenakan nimfa caplak tikus memerlukan tumbuhan saat menunggu  inangnya. Sampai dengan saat ini, terdapat sekitar 600 jenis caplak di Indonesia.  Caplak sering dijumpai menempel erat pada leher atau di bawah kelopak mata inang, karena bagian tersebut cenderung berkulit tebal dan berotot kuat, namun memiliki pembuluh darah yang relatif banyak. Hal ini terkait dengan caplak yang bersifat haematophagus (pemakan darah). Penampakan tungau pada tubuh tikus dengan kasat mata terlihat kuning keputihan dan bergerak dengan cepat di antara bulu – bulu tikus, sedangkan caplak terlihat seperti benjolan berwarna abu – abu dan menepel kuat pada leher tikus. Jenis caplak yang sering ditemui pada tubuh tikus adalah caplak dari marga Ixodes, Haemaphysalis, Rhipicephalus, dan Dermancentor. 

Beberapa jenis caplak membutuhkan lebih dari 1 jenis inang selama daur hidupnya, sementara beberapa lainnya hanya membutuhkan 1 inang tunggal. Perkembangan optimal dapat terjadi pada lingkungan dengan suhu 18 – 27°C dengan kelembapan 70 – 90%. Pada suhu 25°C, caplak dapat bertahan hidup sampai dengan 9 minggu, sedangkan pada suhu 18°C, daya tahan hidup caplak mencpai 24 minggu atau 6 bulan. Daur hidup caplak terdiri dari telur – larva – nimfa – dewasa. Telur caplak dilapisi oleh bahan gelatin, berwarna coklat, dan berkelompok. Telur yang yang menetas akan menjadi larva. Larva caplak membutuhkan inang dan setelah kenyang darah akan berganti kulit menjadi nimfa  dan setelah 2 minggu hingga satu bulan akan berkembang menjadi dewasa. Perkawinan caplak terjadi pada tubuh inang. Caplak betina akan menjatuhkan diri ke tanah atau lingkungan dan mati setelah bertelur. Kondisi vegetasi dan rerumputan dapat mempengaruhi populasi caplak. Daerah berumput tinggi akan memiliki populasi caplak yang lebih tinggi dibandingkan daerah berumput rendah.

4. Kutu

Kutu tikus merupakan ektoparasit yang menghisap darah. Setelah telur menetas menjadi nimfa, kutu dewasa harus memberi makan nimfanya dalam beberapa jam.  Nimfa dapat mati apabila tidak mendapatkan makan dari induknya. Kutu menggunakan bagian mulut khusus untuk menembus kulit tikus dan menghisap darah. Kutu dapat menghisap darah hingga 1/3 dari berat badan kutu itu sendiri setiap 3 – 6 jam. Kutu hidup di tubuh inangnya sepanjang hidupnya. Kutu menyukai mamalia dengan rambut tebal. Selain itu, kutu menyukai mamalia yang hidup di tempat – tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung. 

Kutu tikus mengalami 3 tahap daur hidup, yaitu telur – nimfa – dewasa. Kutu tikus betina dapat bertelur hingga 50 – 150 butir dengan rata – rata 10 – 20 butir. Telur kutu tikus berwarna putih, berbentuk oval, dilengkapi penutup, dan menempel pada rambut inang. Kutu mengambil makanan dari tubuh inang dengan cara menusuk menghisap atau menggigit sehingga menimbulkan rasa gatal pada tubuh inang. Kutu tidak hanya menghisap darah dan cairan tubuh lainnya, tetapi juga memakan rambut, keratin, sel – sel epidermis, dan lapisan – lapisan kulit. Pada saat menggigit tubuh inang, cairan ludah akan dimasukkan ke dalam luka untuk mencegah pembekuan darah inangnya sehingga mudah dihisap oleh mulut kutu. Suhu optimal perkembangan hidup tikus  adalah 23 – 38 °C dengan kelembapan 60 – 80%. Ketika inang mati / mengalami penurunan suhu tubuh, kutu akan meninggalkan inangnya. Penularan kutu dari tikus satu ke tikus lainnya terjadi karena perkawinan, memelihara anak, hingga aktivitas bersarang bersama. Sifat kutu yang tidak bisa melompat, terbang, dan berjalan baik membuat interaksi kutu dan tikus bersifat parasite permanen. 

Pengetahuan tentang ektoparasit tikus dapat membantu menentukan strategi untuk menghindari dan mencegah ektoparasit tersebut. Pengetahuan tentang jenis tikus yang disukai masing – masing ektoparasit hingga penyebaran musiman (musim – musim apa saja yang mendukung pertumbuhan populasi ektoparasit)  akan memberi Gambaran pengendalian ektoparasit secara dini, terutama yang mampu menimbulkan suatu wabah penyakit seperti pes, murine typhus, dan lain – lain. Prinsip pengendalian ektoparasit tikus sendiri umumnya sama, dengan menjaga kesehatan lingkungan. Dengan menjaga lingkungan kita terhindar dari tikus, maka risiko penularan penyakit dari ektoparasit tikus juga dapat terhindarkan.

 

Pustaka: 

  1. Ristiyanto, dkk. (2014). Buku Penyakit Tular Rodensia. Yogyakarta: UGM Press

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset